Selasa, 04 Desember 2012

Makalah Difusi Inovasi Komunikasi Kesehatan


MAKALAH
DIFUSI INOVASI KOMUNIKASI KESEHATAN


Mata Kuliah : Jurnalistik Online
Dosen Pembimbing : Merry Frida Tri Palupi M.Si


Oleh :
Qomarul Huda
0904420030





 
PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM BALITAR
2012




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai sarana pendukung dalam melaksanakan Tugas  Jurnalistik Online dengan judul “ DIFUSI INOVASI KOMUNIKASI KESEHATAN”. Pada kesempatan ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1.      Ibu Merry Frida Tri Palupi M.Si  selaku dosen pembimbing Jurnalistik Online
2.      Bapak/ Ibu dosen pembimbing Prodi Ilmu Komunikasi, dan
3.      Semua pihak yang turut membantu terlaksananya makalah ini

Kami menyadari banyaknya kekurangan dalam penyajian makalah ini, baik dari segi materi maupun sistematika. Dengan demikian kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca, khususnya bagi kami.
Akhirnya, atas semua pihak yang telah membantu memberi dukungan, informasi serta pengalaman, penulis mengucapkan banyak terima kasih.


Blitar, 03 Desember 2012


Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 
KATA PENGANTAR 
DAFTAR ISI 
BAB I PENDAHULUAN 
1.1  Latar Belakang 
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Metode Penulisan 
BAB II PEMBAHASAN 
2.1  Sejarah Perkembangan Difusi Inovasi 
2.2  Pengertian Difusi Inovasi
2.3  Kategori Adopter
2.4  Proses Difusi Inovasi
2.5  Elemen Difusi Inovasi
2.6  Implementasi Difusi Inovasi
2.7  Tahapan Peristiwa Difusi inovasi yang menciptakan proses Difusi Inovasi
2.8  Model-model proses Komunikasi Difusi Inovasi
2.9  Prinsip-prinsip Difusi Inovasi
2.10     Rogers Difusi Inovasi Kriteria
2.11     Penerapan dan Keterkaitan Teori Difusi Inovasi
2.12     Kasus-kasus tentang Difusi Inofasi
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan
3.2  Saran 
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Manusia dengan akalnya telah dapat menunjukkan kelebihan anugrah Tuhan dengan kemampuannya menciptakan berbagai macam sarana yang dapat digunakan untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan lingkungannya untuk kemajuan dan kesejahteraan hidupnya.
Pada mulanya ada tiga hal yang menjadi dasar kebangkitan kemajuan kehidupan umat manusia yaitu diciptakannya bahasa tulis kira-kira lima atau enam ribu tahun yang lalu, disusul dengan kemampuan mengoperasikan hitungan sederhana kira-kira seribu tahun kemudian dan diciptakannya mesin cetak sekitar lima ratus tahun yang lalu.
Dengan bahasa tulis kita mampu merekam (mencatat) berbagai macam informasi secara permanen serta mampu mengirimkan pesan dengan menerobos keterbatasan ruang dan waktu. Dengan operasi hitung kita dapat mengolah data kuantitatif yang akurat. Dengan mesin cetak kita dapat menyalin dan memperbanyak bahan tulisan dengan cara cepat dan rapi serta menyebar luaskannya ke generasi berikutnya.
Perkembangan zaman berikutnya kemajuan teknologi semakin cepat seperti photografi, photocopy, cinemaphotografi, telegrafi, telephon, radio komunikasi, radar, dan berbagai macam digital computer elektronik. Teknologi ini berkembang ke berbagai bidang kehidupan seperti di toko, di sekolah, perguruan tinggi, kantor bahkan ke rumah tangga.
Hasil kemajuan teknologi memang dapat didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia, tetapi kemajuan dan perubahan ini terkadang banyak orang yang masih belum mau menerima apalagi melaksanakannya. Bahkan banyak pula yang menyadari bahwa sesuatu yang baru itu bermanfaat baginya, tetapi belum juga mau menerima dan mau menggunakan atau menerapkannya.
Dari permasalahan ini ternyata memang ada jarak antara mengetahui dan mau menerapkannya serta menggunakan atau menerapkan ide yang baru tersebut. Maka dalam proses penyebaran inovasi timbul masalah yakni bagaimana cara untuk mempercepat diterimanya suatu inovasi oleh masyarakat (sasaran penyebaran inovasi). Untuk memecahkan masalah tersebut maka difusi inovasi menarik perhatian para ahli pengembangan masyarakat dan dipelajari secara mendalam.
1.2  Rumusan Masalah
1      Apakah yang dimaksud dengan difusi inovasi?
2      Bagaimana penerapan konkret dari difusi inovasi?
3      Apa saja elemen-elemen pokok difusi inovasi?
4      Apa saja tahapan-tahapan peristiwa yang dapat menciptakan proses difusi inovasi?
5      Model penyebaran informasi ( komunikasi ) seperti apa yang dapat mempengaruhi masyarakat ?
1.3  Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis menggunakan metode “deskriptif” yaitu dengan menggunakan studi pustaka dan mengumpulkan informasi atau data dari beberapa buku dan browsing dari internet.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sejarah Perkembangan Difusi Inovasi
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
1.    Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.    Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3.    Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4.  Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.
Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup :
1.    atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion).
2.    jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions).
3.    saluran komunikasi (communication channels).
4.    kondisi sistem sosial (nature of social system).
5.    peran agen perubah (change agents).
2.2    Pengertian Difusi Inovasi
Difusi adalah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota system sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar beberapa individu secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi.
Jadi difusi dapat merupakan salah satu tipe komunikasi yang mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal baru ( inovasi ). Menurut Parker (1974), difusi adalah suatu proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Porker juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Definisi difusi diatas merupakan salah satu dari beberapa definisi menurut para ahli. Adapun definisi lain tentang difusi adalah proses komunikasi inovasi antara anggota system social dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam kurun waktu tertentu. Dari definisi tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa difusi ini merupakan suatu proses komunikasi dimana di dalamnya terdapat suatu informasi terbaru (inovasi).
Inovasi ( innovation ) sering diterjemahakan segala hal yang baru atau pembaharuan ( S. Wojowasito, 1972 ). Selain pendapat tersebut, tidak jarang juga yang mengartikan inovasi sama seperti modernisasi. Ada juga yang berpendapat bahwa inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
 Dari beberapa pendapat mengenai inovasi dapat di tarik kesimpulan arti dari inovasi sendiri adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang ( masyarakat ), baik berupa hasil invention maupun diskoveri. Jika dilihat dari definisi para ahli, sebenarnya dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang mendasar pada pengertian inovasi antara satu dengan yang lainnya. Jika terjadi perbedaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama. Inovasi sendiri diadakan untuk memecahkan masalah supaya mencapai tujuan tertentu. Jadi dapat kita artikan difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana suatu ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan.
2.3 Kategori Adopter
Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations . Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dalam jangka waktu tertentu, pada sebuah sistem sosial tertentu suatu tata hubungan antara inividu dengan individu lain. Rogers menjelaskan bahwa anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah diuji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Inovator, Seseorang yang menyukai hal-hal baru Senang bereksperimen, biasanya inovator memiliki kedudukan penting dalam masyarakat atau biasanya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
2.    Early adopters, Seseorang yang cepat menerima suatu Inovasi, Cerdas. Ia merupakan seseorang yang selalu mempertimbangkan sebuah keputusannya berfikir kritis setelah ia telah memutuskan suatu keputusannya maka keputusan tersebut sudah benar-benar diyakini dan  untuk segera diaplikasikan. Early adopter ini merupakan seseorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab penuh atas semua keputusannya karena hal ini dapat berpangaruh pada pengikutnya. 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.
3.    Early Majority, Seseorang yang cerdas, terbuka terhadap hal- hal yang baru tetapi tidak terlalu berfikir kritis dan mempertimbangkan. Segala sesuatunya ia hanya berfikir sisi positifnya saja/ dapat dikatakan selalu mengikuti trend terbaru. Ia bukan seorang pemimpin tetapi pengikut yang senang dengan hal-hal baru. 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi
4.    Late Majority, Seseorang yang selalu diikuti dengan rasa curiga/ skeptics, terlalu memikirkan kesulitan–kesulitan sesuatu inovasi, mereka tergolong orang-orang yang telat terhadap munculnya suatu inovasi, jika sudah banyak masyarakat menggunaan inovasi tersebut dan terbukti baik dan aman untuk digunakan maka akhirnya ia baru ikut menggunakan inovasi tersebut. 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5.    Laggards/ avoiders, Sesorang yang bersikap tertutup terhadap hal-hal yang baru. Dapat dikatakan seseorang yang fanatik terhadap cara-cara yang sudah ada sebelumnya (cara lama) senang dengan cara-cara lama, terlalu kriktis terhadap hal-hal baru, tidak antusias menggunakan teknologi yang baru, dan ia akan menggunakan/ mengikuti sebuah inovasi jika adanya suatu tekanan dan semua orang sudah lama menggunakannya. 16% terakhir adalah kaum kolot/ tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori di abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.
2.4    Proses Difusi Inovasi
Berikut adalah bagan model proses difusi inovasi menurut Everett M. Rogers
1.    Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari masyarakat dalam tahapan ini, yakni:
a.     Kesadaran bahwa inovasi itu ada
b.     Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut
c.     Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja
2.    Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan adalah pada tahap pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif, sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi alah memengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang calon adopter akan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karakteristik inovasi yakni  relative advantage, compatibility, complexity, trialability, dan observability.
3.    Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)
Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
a.    Praktik sebelumnya
b.    Perasaan akan kebutuhan
c.    Keinovatifan
d.   Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a.  Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan
b. Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
c.    Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
d.   Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah sistem sosial
e.   Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan yang mendahuluinya.
f.     Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial sebagai akibat dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi .

4.      Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan ini hanya _sea rah_ jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan memilih untuk mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan menggunakan inovasi tersebut. Jika ditahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental exercise yakni berpikir dan memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini  proses yang terjadi lebih _ea rah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
  1. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk terus menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari penguatan atas keputusan yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut dikarenakan oleh hal yang disebut disenchantment discontinuance dan atau  replacement discontinuance. Disenchantment discontinuance disebabkan oleh ketidakpuasan individu terhadap inovasi tersebut sedangkan replacement discontinuance disebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih baik.
2.5    Elemen Difusi Inovasi
Rogers mengemukakan ada 4 elemen pokok difusi inovasi, yaitu :
1.    Inovasi yaitu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep baru dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.    Komunikasi adalah suatu proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Jadi komunikasi dalam proses difusi adalah, upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit terientu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut kepada seorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu melalui saluran komunikasi tertentu. Sedangkan saluran komunikasi adalah ‘alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.    tujuan diadakannya komunikasi
b.    karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3.    Jangka waktu yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam :
a.    proses pengambilan keputusan inovasi
b.    keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi.
c.    kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4.    Sistem sosial yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Anggota system social dapat individu, kelompok-kelompok informal, organisasi, dan sub system yang lain. Proses difusi dalam kaitannya adengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi. Contoh sistem sosial diantaranya petani di pedesaan, dosen dan pegawai di perguruan tinggi, kelompok dokter di rumah sakit dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dengan demikian maka system social merupakan ikatan bagi anggotanya dalam melakukan kegiatan artinya anggota tentu saling pengertian dan hubungan timbal balik. Jadi system social mempengaruhi proses difusi inovasi, karena proses difusi inovasi terjadi dalam system social, maka jelaslah bahwa individu akan terpengaruh oleh system social dalam menghadapi suatu inovasi. Berbeda system social akan berbeda pula proses difusi inovasi, walaupun mungkin dikenalkan dan diberi fasilitas dengan cara dan perlengkapan yang sama.
2.6    Implementasi Difusi Inovasi
Dalam kehidupan sehari-hari banyak contoh konkret dari penerapan difusi inovasi seperti contoh yang fenomenal yaitu keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa, kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktu tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana tersebut dapat dimengerti, dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia. Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan produk. Contoh lain adalah strategi percepatan adopsi inovasi teknologi pertanian.
Dan hampir semua inovasi, apakah berupa ide atau produk, memerlukan proses difusi seperti dijelaskan di atas agar bisa diadopsi. Contoh, traktor agar petani bisa berpindah dari pola tradisional ke pola pertanian modern. Metode pembelajaran aktif agar guru berpindah dari metode pendidikan tradisional ke metode pendidikan modern. Kompor gas, agar para ibu rumah tangga, bahkan di pedesaan dapat berpindah dari pola kompor minyak atau kayu ke kompor gas.
Semuanya membutuhkan proses difusi yang melibatkan teknik komunikasi tertentu agar dapat diterima oleh suatu sistem sosial tertentu. Semua inovasi, memiliki karakteristik yang berbeda baik dari sisi inovasinya itu sendiri maupun sistem sosial dimana inovasi tersebut akan diberlakukan. Oleh karena itu, pendekatan komunikasi yang harus digunakan juga akan berbeda satu sama lain. Disinilah tantangannya bagi agen pemasaran produk dan jasa (inovasi) tertentu.
2.7    Tahapan Pristiwa yang Menciptakan Proses Difusi Inovasi
Sebelum terjadinya proses difusi, terdapat tahap-tahap peristiwa yang mendasari terciptanya suatu proses difusi inovasi. Tahap-tahap tersebut diantaranya :
a.    Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.
b.    Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.
c.       Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.
2.8    Model- Model Proses Komunikasi dalam Proses Difusi Inovasi
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa difusi inovasi diartikan sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran-saluran komunikasi tertentu, pada suatu kurun waktu tertentu, kepada anggota suatu sistem sosial. Dapat dikatakan bahwa difusi inovasi merupakan satu bentuk komunikasi yang berhubungan dengan suatu pemikiran baru. Rogers (1971) mengemukakan beberapa model penyebaran informasi (komunikasi) dalam peranannya mempengaruhi masyarakat yaitu:
a.  Model komunikasi satu tahap (One step flow model). Model ini menyatakan bahwa informasi mengalir langsung berpengaruh pada audiensnya tanpa membutuhkan perantara atau media massa langsung pada audiens.
b.  Model Komunikasi dua tahap (Two step flow model). Dalam model ini, informasi pada mulanya tersebar melalui media massa yang kemudian diterima oleh pemuka pendapat, informasi tersebut kemudian disebarkan kepada masyarakat.
c.    Model komunikasi banyak tahap (Multi step flow model). Model ini menunjukkan adanya banyak variasi dalam penyebaran informasi dari sumber kepada khalayak. Sebagai khalayak memperoleh informasi langsung dari media massa sebagai sumber, mungkin juga sebagai khalayak (penerima) mendapat informasi melalui berbagai tahap yang harus dilalui setelah disebarkan oleh sumber informasi. Dalam proses difusi inovasi, pada awalnya inovasi diadopsi, beberapa waktu kemudian inovasi tidak lagi diterima keberadaannya. Hal tersebut dapat terjadi karena pengguna tidak puas terhadap hasil yang diperoleh setelah mengadopsi inovasi, atau telah muncul suatu inovasi lain yang dinilai lebih baik untuk dilaksanakan.
2.9    Prinsip-prinsip Difusi Inovasi
Proses difusi inovasi dapat berjalan efektif dengan melalui lima tahapan yaitu ; 
1. Inovasi harus dimulai dengan membuat calon pengadopsi tahu, paham, atau mengerti tentang isi inovasi tersebut ;
2.  Sepanjang  tahap  pengetahuan  tersebut, ditanamkan dan  diyakinkan  pula  apa manfaat inovasi bagi pengajar dalam bekerja.
3.    Atas  dasar  pemahaman terhadap   makna  inovasi serta didukung oleh semangat dan   tekad  untuk  menerapkan,   maka  pengajar  dibimbing dalam menerapkan inovasi dalam pekerjaan sehari-hari, di bawah supervisi dari dekat dan terus menerus dari atasan langsung masing-masing. Keberhasilan penerapan  inovasi     berkorelasi  secara  positif dengan usaha atasan langsung.Sepanjang supervisi   tersebut  diberikan  penghargaan, seperti berupa pujian lisan, atas keberhasilan menerapkannya dan koreksi atau penguatan negatif atas kegagalan atau kekurang-berhasilannya.
4.   Partisipasi atasan tidak boleh turun atau lemah sampai semua pengajar telah terbiasa bekerja secara otomatis sesuai dengan prinsip inovasi yang ditetapkan.
5.    Apabila tujuan inovasi telah tercapai dan menjadi acuan sehari-hari dan masuk dalam kebiasaan atau budaya kerja maka pada saat itu institusi pendidikan harus mampu menciptakan lagi inovasi lain yang dapat membuat pembelajaran lebih berkualitas.

2.10     Rogers Difusi Inovasi Kriteria

Rogers berfokus pada produk lebih dari aspek-aspek lain dari bauran pemasaran, menunjukkan bahwa jika aspek-aspek tertentu dari produk yang benar dan bahwa produk dapat dilihat atau mencoba keluar maka difusi akan berlangsung sebagai hasilnya.
Kriteria Rogers adalah
:
1.     Keuntungan Relatif - harus memiliki beberapa keuntungan atas produk bersaing atau mirip.
2.     Kompatibilitas - harus sesuai dengan harapan sosial & teknologi yang terkait
3.     Kompleksitas - semakin mudah produk adalah untuk memahami penerimaan itu lebih cepat.
4. Observability - pelanggan akan tertarik jika mereka dapat melihat produk dan apa yang dilakukannya.
5.     Percobaan-kemampuan - pelanggan akan tertarik jika mereka dapat menggunakan produk.
Jelas maka difusi inovasi Rogers sangat bergantung pada produk yang sebenarnya baik dalam kaitannya dengan produk sejenis lainnya dan kemampuan untuk melihat dan pengadilan item nyata secara nyata.
2.11     Penerapan dan Keterkaitan Teori Difusi Inovasi
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,  teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat.
Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mulyana S (2009) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. 

Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu:
1.    Penemuan (invention),
Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan.
2.    Difusi (diffusion),
Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru  dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial,
3.    Konsekuensi (consequences),
Konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
ROGER  menawarkan alternative mekanisme Difusi Inovasi dalam Lembaga Pemerintahan, yaitu ;
1.    Agenda Setting
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kebutuhan lembaga. dengan Identifikasi dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan “ Apakah Inovasi yang bersangkutan dibutuhkan lembaga.
2.    Maching
Pada tahap ini terjadi proses mencocokkan, melakukan redesign organisasi untuk menyesuaikan dengan inovasi. Organisasi dapat memutuskan bahwa inovasi yang akan di difusi mach atau mismatch. Apabila menurut penilaian terjadi mismatch maka inovasi dapat ditolak. Keputusan ini penting karena akan menentukan langkah selanjutnya.
3.    Restrukturing / Redefining
Ketika tahap 2 di putuskan bahwa inovaso mach dengan organisasi maka harus mulai melakukan modifikasi terhadap inovasi tersebut sehingga inovasi mulai mengurangi karakter bawaannya dan mulai menyatu dengan karakter organisasi. Dalam tahap ini inovasi di reinvented  sehingga menjadi inovasi yang memiliki karakter organisasi.Dengan demikian juga secara otomatis terjadi stukturisasi lembaga sebagai dampak dari implementasi inovasi.
4.    Clarifying
Pada tahap ini inovasi diimplementasikan secara luas sehingga ide-ide yang di bawa oleh innovator lambat laun menjadi kebiasaan bagi setiap anggota organisasi.
5.    Routinizing
Pada tahap ini inovasi telah menjadi ide-ide dan telah menjadi kegiatan rutinitas yang menyatu dengan kegiatan organisasi. Ide-ide inovasi telah melebur dengan organisasi menjadi pengetahuan, cara berfikir dan cara bertindak.
2.12     Kasus-kasus tentang teori Difusi Inovasi

Perilaku Kesehatan Masyarakat

Faktor yang Mempengaruhinya Perilaku
Di dunia kesehatan masyarakat, tentu kita sangat paham teori Bloom, dimana dinyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor heredity. Berikut beberapa pendapat tentang pengertian dan aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi antara manusia dengan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi  dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, emosi, inovasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik separti iklim, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
Perilaku yang terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) dan respon yang merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik dalam bentuk sosial budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya tempat seseorang tersebut berada. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.
Terdapat empat cara untuk membentuk perilaku, yaitu melalui penguatan positif, penguatan negatif, hukuman dan pemunahan. Bila suatu respon diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan, respon tersebut penguatan positif. Bila suatu respon diikuti oleh dihentikannya atau ditarik kembalinya sesuatu yang tidak menyenangkan, disebut penguatan negatif. Kedua penguatan positif dan negatif tersebut akan menentukan hasil dari proses belajar. Keduanya memperkuat respon dan meningkatkan kemungkinan untuk mengulangi perilaku yang dipelajari. Penghukuman akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak enak dalam suatu usaha untuk menyingkirkan suatu perilaku yang tidak diinginkan. Proses pembentukan sikap dan perilaku berlangsung secara bertahap dan melalui proses belajar yang diperoleh dari berbagai pengalaman atau menghubungkan pengalaman dengan hasil belajar. 
Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimilus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon (teori Skinner atau teori Stimulus-Organism-Response). Berdasarkan teori S-O-R perilaku manusia dikelompokan menjadi dua, yaitu  perilaku tertutup dan perilaku terbuka.
Perilaku tertutup (covert behavior), terjadi jika respon terhadap stimulus masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk covert behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior), terjadi jika respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan atau praktek yang dapat diamati orang dari luar.
Perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak faktor. Adakalanya perilaku seseorang dipengaruhi oleh kemampuannya, adapula karena kebutuhannya dan ada juga yang dipengaruhi oleh pengharapan dan lingkungannya. Perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif atau tanpa tindakan seperti berpikir, berpendapat, bersikap maupun aktif atau melakukan tindakan.
Menurut Bloom perilaku dapat dipilah dalam 3 domain, yaitu domain kognitif (cognitive), domain afektif (affective) dan domain psikomotor (psychomotor).
Terbentuknya perilaku dimulai pada domain kognitif, yaitu dimulai tahu terlebih dahulu terhadap stimulus sehingga menumbulkan pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap baru yang pada akhirnya akan menimbulkan respon yang lebih tinggi lagi yaitu adanya tindakan sehubungan dengan stimulus atau objek tadi.
Terdapat beberapa teori determinan perilaku, atau faktor yang menentukan atau membentuk perilaku menurut misalnya teori Green, dan teori WHO. Berdasarkan teori Green (didasarkan pada masalah kesehatan), membedakan dua determinan masalah kesehatan yaitu faktor perilaku  (behavioral factors) dan faktor non perilaku (non behavioral factors ). Sedangkan faktor pembentuk perilaku, antara lain : Predisposing factors, adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi. Faktor berikutnya adalah enabling faktor, yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumberdaya. Sedangkan faktor terakhir berupa faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.
Sedangkan menurut teori WHO, beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) atau pertimbangan pribadi seseorang terhadap objek atau stimulus. Faktor selanjutnya adalah faktor  personal references, faktor sumber daya (resourcesserta faktor sosial budaya (culture) setempat.


BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Inovasi (innovation) adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
3.2    Saran
Jika kita ingin inovasi cepat diadopsi oleh masyarakat, hal pertama yang harus diperhatikan oleh kita adalah difusi apa yang tepat digunakan untuk menyebarkan inovasi. Karena pada dasarnya terdapat perbedaan di masyarakat dalam mengadopsi atau menerima inovasi. Ada sekelompok masyarakat yang cepat dalam menerima inovasi, ada juga yang membutuhkan waktu yang lama untuk menerima suatu inovasi.



DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat, 2008. Difusi Inovasi. Let ’s Talk About Educational. File : //F:IDifusi Inovasi.
Alam Setiadi, 2008. Difusi Inovasi. File ://F:1 Difusi Inovasi Alam Setiadi 08’s Weblog. htm.
Difusi Inovasi-lust Theory. 2007. Teknologi Pendidikan. NET Informasi Teknologi Pendidikcrn. File a/F:1Difusi Inovasi.
Green, L.W, dan Kreuter, M.W. 2000.Health Promotion Planning; An Educational and Environmental Approach, second edition, Mayfield Publishing Company, London.
Mulyasa, E.             (2001). Penuntun Penerapan Inovasi dan Teknologi 
Notoatmodjo, S . 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, (edisi revisi), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
                                            Pendidikan di SD.  CV Geger Sunten. Bandung.
                                             Perkuliahan, Jakarta, UIA.
Rogers, E. M. 2003. Diffusion of Innovations: Fifth Edition. Free Press. New York
Rogers, Everett M (1983). Diffusion of Innovation, The Free Press, A Division of Macmillan Publishing C., Inc. New York.
Rogers, Everett M and F. Floyd Shoemaker (1971), Communication of Innovations, A Cross-Cultural Approach
Thoha. M. 2005. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wibowo, Sigit,       (2011 ). Difusi Dan Inovasi Pembelajaran, Bahan   Kajian

Sumber lain :
www.pdf-search-engine.com/difusi-inovasi-pdf.html
http://alamsetiadi08.blogspot.com/2008/06/difusi-inovasi.html
http://ahmad42.wordpress.com/2008/06/17/teori-difusi-inovasi/
http://ruangdosen.wordpress.com/2008/09/10/kontribusi-teori-teori-komunikasi-dalam-komunikasi-inovasi/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/difusi-inovasi/

Keterangan : Bila ingin mengambil file tersebut silahkan download Disini 

7 komentar:

  1. Makasih banyak mas.. sangat membatu saya ini, lagi ada tugas membuat makalah tentang difusi inovasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sama-sama mas mulyana, silahkan diambil dan dikembangkan lagi, semoga bermanfaat

      Hapus
  2. Makasih mas, telah mengunjungi blog saya, semoga sharing ini bisa menjadikan kita lebih tau lagi tentang difusi inovasi, sukses selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. oke makasih atas kunjungannya kembali, sukses selalu juga buat anda

      Hapus
  3. apik mas brooo... ayo gantian inceng blogku yoooo

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyo nut mari ngene tak incenge blogmu hehehehehe

      Hapus
  4. mas bro mau tanya, kalau difusi inovasi itu dikaitkan dengan pemasaran apa bisa...???? makasih sebelumnya

    BalasHapus